MASA KRITIS, UJIAN INTEGRITAS

Oleh: Much. Khoiri

Untuk menguji integritas dan kualitas diri, marilah hayati bagaimana kita menjalani masa-masa kritis–yakni masa di mana kita terjebak dalam situasi yang menekan, menegangkan, dan dilematis, padahal kita harus mengambil keputusan.

Ketika kita menghadapi ujian akhir, sementara kita belum siap (akibat kurang belajar), ada godaan manis di depan mata: menyontek! Ya, sosok menyontek menari-nari penuh sensasi. Menggoda dan dilematis, bukan? Maunya sih tidak menempuhnya, karena hal itu pelanggaran akademis. Namun, jika tidak, kita mungkin tidak lulus alias gagal. Jika tidak lulus, panjang rentetannya. Inilah ilustrasi singkat masa kritis itu.

Pada saat itulah kita sedang teruji secara nyata tentang integritas dan kualitas kita. Bahkan itulah saatnya ujian apakah kita mampu membuat keputusan cepat-tepat atau keputusan ragu-ragu. Keputusan yang kita ambil adalah representasi integritas dan kualitas kita.

Jika integritas kita goyang, kita mungkin akan menempuh upaya menyontek. Kita mencari pembenar, toh baru kali ini kita menyontek. Jika tidak ditempuh, nilai kita mungkin akan jeblok dan itu artinya tidak lulus. Jika tidak lulus, studi akan terancam molor dan perencanaan masa depan juga tertunda. Kita sibuk mencari pembenar, dan melupakan bahwa menyontek itu sebuah tindakan tidak terpuji.

Sementara, jika integritas kita kuat, kita katakan ‘tidak’ pada godaan menyontek. Menyontek adalah racun dan zat aditif yang membuat orang kecanduan, dan ke depan bisa menyeret orang ke dalam kumparan korupsi. Jika tidak ditolak, menyontek akan menjadi kebiasaan, dan ini sangat berbahaya. Maka, lebih baik tidak menyontek, dengan risiko gagal sekalipun, daripada melakukannya dengan akibat yang berkepanjangan.

Tentu saja, ujian dalam hidup ini bukan hanya ujian akhir sekolah atau kuliah. Ada aneka ujian dalam hidup ini; ada yang sederhana, ada pula yang sangat rumit–bahkan ada yang berkelanjutan. Kita sekaligus berkali-kali terjebak dalam masa kritis. Namun, agaknya kita tak usah panik, dan tenang saja. Bukankah dunia ini sekolah, dan hidup adalah kitab pelajaran?

Justru ketika kita teguh dalam kebenaran, meski berlawanan dengan kebanyakan orang, itulah bukti nyata sebuah integritas. Di tengah lautan es Mr. Keeney, dalam drama Eugene O’Neill ILE, memutuskan untuk memerintahkan awak kapal menuju utara guna menangkap ikan paus meski mendapat perlawanan dari sebagian awak dan bahkan istri tercinta. Dia yakin, ikan yang ditangkap adalah sumber kesejahteraan dan kebanggaan bagi seluruh awak dan keluarga.

Mr Gessler bersaudara, dalam cerpen John Galsworthy Quality, mempertahankan kualitas produksi sepatu but ala tangan di tengah produsen-produsen sepatu ala pabrik. Tentu mereka kalah dalam persaingan yang tak seimbang. Mau tak mau mereka harus gulung tikar alias bangkrut. Namun, mereka tercatat sebagai pembuat sepatu yang berintegritas dan berkualitas. Keputusan mereka membuat mereka istimewa.

Ilustrasi di atas perlu kita petik hikmahnya, bahwa ujian diberikan tidak melebihi kekuatan dan kemampuan kita. Ujian itu sarana untuk mengukur apakah kita siap untuk naik kelas dengan tetap menjaga integritas/kualitas. Maka, kita harus lulus ujian dengan cara yang baik, sebab kita yakin kita bisa melampauinya. Kata Quran: Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Ini jaminan dari-Nya yang tak perlu diragukan kebenarannya.[]

*Much. Khoiri hanyalah penggerak literasi, dosen, editor, dan penulis buku dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Tulisan ini pendapat pribadi.

2 thoughts on “Masa Kritis, Ujian Integritas

Comments are closed.